STAGNASI
SEBUAH PERSEKUTUAN : Bahaya dan Antisipasinya
oleh Anggriadi
Ricky M.Div.
Pendahuluan
Masa penyambutan
mahasiswa baru telah dilewati oleh seluruh persekutuan mahasiswa. Kamp demi
kamp berlangsung tanpa terasa telah menghabiskan dana puluhan juta. Apa
hasilnya?. Sesaat lagi PMK-PMK siap menyambut Natal dengan membentuk
kepanitiaan untuk persiapan perayaannya. Apakah persekutuan-persekutuan ini
sungguh mempedulikan moment ini agar orang melihat kasih Allah yang besar?
Setiap Jumat seperti biasa pengurus sibuk mempersiapkan ruang agar dapat
melakukan ibadah. Apakah dikarenakan kerinduan agar banyak mahasiswa mendengar
Firman ataukah kebiasaan yang diulang. Mungkin jika kita mau jujur seringkali
kegiatan-kegiatan tersebut di atas bukan dikarenakan kesadaran akan sebuah
makna, namun sering hanya menjadi sebuh tradisi yang telah dilakukan turun
temurun oleh pengurus sebelumnya. Bahkan kegiatan tersebut terkesan monoton dan
tidak hidup. Jumlah mahasiswa yang hadir dari tahun ke tahun bukannya
bertambah, tetapi menurun. Mungkin inilah yang dinamakan Stagnasi sebuah
pelayanan atau dengan kata lain persekutuan yang berjalan di tempat atau bahkan
diam.
Seringkali PMK
mengadakan kegiatan yang selalu sama setiap tahunnya bukan melalui pergumulan,
namun lebih kepada melaksanakan sebuah
warisan. Itu sebabnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan kehilangan makna dan
tidak mampu menjadi daya tarik bagi banyak orang. Ada banyak PMK sudah tidak
mampu berkreasi atau lebih tepatnya mungkin tidak berani mengambil langkah
pembaharuan sehingga sulit untuk dapat
mengajak mahasiswa melihat kebenaran. PMK telah stagnasi dan tidak berkembang.
Semua kegiatan ini bukannya tidak perlu dan tidak berguna. Sangat bermanfaat
hanya persoalannya bagaimana pengurus menjalankan dan melakukannya? Bagaimana
kegiatan-kegiatan yang terkesan rutinitas ini mampu membawa orang kepada
kebenaran? Bukan karena pelayanan itu sudah stagnan sehingga dikerjakan saja
yang seperti biasa.
Dalam hal ini Pengurus PMK perlu
melihat bahayanya persekutuan yang stagnan. Persekutuan tersebut hanya
menghabiskan energi, dana dan waktu tanpa dapat mengubah kehidupan
mahasiswa-mahasiswa yang menghadiri kegiatan tersebut. Persekutuan yang stagnan
hanya akan menjadi penyebab timbulnya konflik dan kejenuhan sebuah pelayanan.
Ketika semua orang berlomba untuk memberi pengaruh, PMK yang stagnan hanya
berdiam diri menanti seolah-olah siap ditiadakan. PMK seperti ini tidak mungkin
dapat bertahan di tengah-tengah tantangan dan pergumulan yang semakin berat.
Ketika dunia mencari jati dirinya, PMK yang seharusnya memberi nilai ternyata
hanya tidur. Ketika setiap mahasiswa mencari kebenaran, PMK yang seharusnya
menarik mahasiswa ini hanya berdiam diri. Visi itu telah pudar disebabkan tidak
bergeraknya PMK.
Kondisi seperti ini tidak bisa
didiamkan. PMK harus segera mengevaluasi dan berbenah diri dengan memberi nilai
dan makna kembali kepada setiap kegiatan yang dilakukan. PMK harus berusaha berkreasi
sehingga mampu menjadi pilihan bagi banyak mahasiswa. Bagaimana caranya?
Bergerak dan bentangkan sayap untuk
menjadi yang terdepan.
FAKTOR PENYEBAB STAGNASI
Untuk bergerak dan berkembang PMK perlu
menemukan dulu penyebab dari keadaan yang terjadi yang menyebabkan kondisi
stagnasi. Hal pertama yang mungkin menjadi penyebab dari keadaan stagnasi ini
berbicara mengenai sebuah rutinitas tanpa pemahaman yang jelas. Seringkali
ketika serah terima jabatan ke pengurus yang baru otomatis program lama juga
diserah terimakan untuk dijalankan. Hal ini yang dapat menjadi penyebab sebuah
rutinitas tanpa makna karena pengurus hanya menjalankan aktivitas tanpa
menggumulinya sendiri dan mencari pimpinan Tuhan. Mengerjakannyapun jelas
sebagai sebuah tanggung jawab bukan beban dari dalam hati. Akhirnya persekutuan
yang dilakukan menjadi salah satu kegiatan yang membuat orang semakin sibuk
tanpa mengalami perubahan hidup.
Sebenarnya
kegiatan-kegiatan tersebut dapat saja dihilangkan jika dianggap sudah tidak
efektif lagi atau sudah tidak “kontekstual” lagi. Pengurus perlu menggumuli apa
yang harus dikerjakan sesuai dengan konteks jamannya. Mencari pimpinan Tuhan
untuk mengerjakan program menjadikan program tersebut hidup dan bermakna.
Meskipun mungkin kegiatan tersebut terkesan rutinitas, tetapi sebuah rutinitas
yang hidup dan dihidupi.
Hal kedua yang
perlu disorot berkaitan dengan persekutuan yang stagnan adalah spiritualitas
pelayan Tuhan itu sendiri. Penyebab terbesar dari kemerosotan sebuah
persekutuan dikarenakan kehidupan rohani dari pengurus yang tidak beres
dihadapan Tuhan. Ketiadaan disiplin yang ketat, hilangnya kesungguhan bergumul
dihadapan Tuhan sering diabaikan. Penyelesaian masalah difokuskan pada
aktivitasnya bukan pribadi-pribadinya. Akhirnya masalah tidak pernah berhenti
dan menjadi penyebab keengganan untuk melayani yang berdampak pada
persekutuannya.
Persekutuan yang hidup bergantung
pada bagaimana setiap pengurus menjalani kehidupan rohaninya dihadapan Tuhan.
Pengurus yang memiliki spiritualitas yang baik akan memberi pengaruh bagi
berkembangnya sebuah persekutuan. Pengurus seharusnya menjadi kompas atau
penunjuk arah bagi anggota-anggotanya. Bagaimana mungkin mahasiswa tertarik
untuk mengikuti gerakan yang dilakukan persekutuan jika pengurusnya menjadi
penunjuk arah yang salah (kompas yang rusak). Jadi jelas setiap pengurus
bertanggung jawab kepada Tuhan untuk memajukan pelayanannya dengan cara
memiliki kehidupan spiritualitas yang baik.
Hal ketiga yang
perlu diperhatikan adalah program tanpa arah. Sejalan dengan hal pertama,
program-program warisan seringkali dikerjakan tanpa melihat maksud dan
tujuannya apakah masih sesuai dan memang dibutuhkan pada konteks jaman yang
ada. Apalagi pengurus yang mengerjakan tidak pernah tahu mengapa program tersebut
harus hadir dan apa yang menjadi alasan sehingga masih dipertahankan. Hal ini
membut program menjadi tanpa arah, sulit untuk dievaluasi apalagi untuk
ditindaklanjuti.
Untuk menghindari semakin
berkembangnya keadaan yang stagnan menjadi keadaan yang mati, maka
program-program yang dibuat harus segera dievaluasi kembali dan digumuli
dihadapan Tuhan. Arah dan sasaran harus jelas, sehingga mudah untuk
ditindaklanjuti. Dengan demikian hasil yang diharapkan dapat dirasakan. Semua
daya dan upaya menjadi tidak sia-sia.
Keempat adalah visi yang semakin
memudar. Berjalan tanpa visi akan membuat liar sebuah persekutuan. Berjalan
dengan visi yang tidak jelas membuat kebingungan sebuah persekutuan. Berjalan
dengan visi yang semakin memudar dapat membuat persekutuan salah arah atau
berhenti ditempat. Visi jelas menjadi penentu arah dan semangat dari sebuah
pelayanan. Tanpa visi yang jelas, maka perlayanan akan sekadar menjalankan
aktivitas. Demikian pula jika visi itu memudar, maka persekutuan akan menjadi
aktivitas tanpa makna. Hal inilah yang menyebabkan stagnya sebuah pelayanan.
Kehadiran setiap mahasiswa di
dalam sebuah acara persekutuan hanya menambah kegiatan saja, sebab persekutuan
tersebut telah kehilangan arah. Akhirnya keengganan dan kemalasan merajalela di
dalam diri mahasiswa untuk menghadiri dan menghidupi persekutuan tersebut.
Pengurus perlu memperhatikan visinya. Visi itu harus hidup dan mendarah daging,
sehingga pelayananpun dikerjakan dengan penuh sukacita. Dampak ini akan dirasa
oleh mahasiswa lain. Pengaruhnya akan meluas kesegala arah.
Kelima, usaha tanpa kerja keras
memberi pengaruh pada hasil yang diharapkan. Jika setiap pelayan Tuhan hanya
sekadar ikut-ikutan tanpa mau berkorban untuk mengerjakan pelayanan, maka
pelayanan tersebut tidak akan maksimal dan tidak memiliki dampak luas. Pengurus
yang tidak mau membayar harga dari sebuah pelayanan dapat mematikan pelayanan
tersebut. Mungkin awalnya semangat karena sungkanisme sudah ditunjuk jadi
pengurus, atau semangat karena ada motivasi tertentu dibalik kedok
pelayanannya, namun akhirnya tidak akan dapat bertahan lama karena pelayanan
menuntut kerja keras dan harga.
MEMULIHKAN KONDISI YANG STAGNAN
Kondisi tidak
berkembangnya sebuah pelayanan harus segera diantisipasi dan ditangani sehingga
tidak menjadi berlarut-larut. Kondisi semacam ini menyebabkan banyak hal yang
dikorbankan tanpa dapat dinikmati hasilnya. Mengatasi kondisi semacam ini
tidaklah mudah perlu pengurus yang rela memberi waktu untuk berpikir dan
mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Tanpa kesungguhhan memikirkan pelayanan
yang dilakukan tidak akan maksimal, keadaan akan tetap sama. Jadi alangkah
baiknya jikalau setiap pengurus mencari hikmat Tuhan.
Selain itu tidak bisa tidak
kreatifitas dan inovatif perlu dikembangkan. Ditengah kemajuan dan perkembangan
teknologi jaman ini orang sudah tergoda untuk mencari sesuatu yang dapat
menghibur dan menyenangkan mereka. Mahasiswapun berusaha mencari sesuatu yang
selalu baru dan inovatif untuk dapat dinikmati. Meskipun kehadiran PMK bukan
untuk menyenangkan hati manusia, namun tidak ada salahnya jika melakukan
terobosan yang kreatif dan inovatif untuk dapat menjadi salah satu pilihan dari
banyaknya pilihan yang menggoda mahasiswa. Kemajuan teknologi harus
dimanfaatkan untuk mengembangkan pelayanan yang ada.
Namun jangan terjebak dengan
persaingan dan kontektualitas, tetap saja nilai dan esensi kehadiran sebuah
persekutuan berbeda dengan yang ada di dalam dunia ini. Esensi inilah yang
tetap harus dipertahankan dan diperjuangkan. Kebenaran yang ada didalamnya
tidak boleh pudar oleh kemajuan jaman. Teknologi dimanfaatkan agar semakin
banyak mahasiswa yang mengenal kebenaran sejati.
Mungkin tidak mudah untuk menciptakan
persekutuan yang ideal semacam ini. Kadangkala dalam satu jaman pelayanan
tersebut sudah baik, namun jaman berikutnya ketika kepengurusan berganti,
berganti pula kondisinya. Karena itu persiapkanlah kader yang tepat dengan
waktu yang tepat agar kontinuitas pelayanan dapat terjaga dan bahkan
berkembang. Jangan melupakan tanggung jawab lain yaitu menyerahkan pelayanan
kepada orang yang dapat dipercaya.
PENUTUP
Generasi silih
berganti. Pernguruspun silih berganti. Kondisi ini tidak mungkin dihindari,
tetapi dapat diantisipasi agar pelayanan terus berjalan. Menyadari hal ini doa
dan keteladanan menjadi penting bagi generasi selanjutnya agar mereka boleh
memiliki kekuatan dan dapat melihat contoh orang-orang yang telah memberikan
diri untuk pekerjaan Tuhan. Tidak lupa pula pendampingan yang terus menerus
diperlukan oleh tiap-tiap generasi agar visi tetap terjaga dan terpelihara.
Terlepas dari semua ini, keberserahan kepada sang empunya pelayanan menjadi
modal dasar di dalam mengerjakan sebuah pelayanan.
Komentar
Posting Komentar